Behavioral Performance Management
I. Latar Belakang Teori Pembelajaran
Teori pembelajaran terhadap pemahaman dan pengembangan efektif dan manajemen sumber daya manusia sangat penting karena pada kenyataanya semua manajemen perilaku organisasi secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi pleh pembelajaran. Sebagai contoh ketrampilan pekerja, sikap manajer, motivasi asisten staff, optimisme dan kepercayaan diri seorang karyawan penjualan, dan akuntan mode busana, semuanya belajar. Dengan aplikasi proses dan prinsip pembelajaran, perilaku karyawan dapat dianalisis dan dikelola untuk meningkatkan kinerja mereka.
Tujuan dari semua teori adalah untuk pemahan yang lebih baik dan menjelaskan fenomena yang masih dipertanyakan. Ketika sebuah teori sudah disempurnakan, teori tersebut memiliki aplikasi universal yang seharusnya mampu memprediksi dan mengontrol. Jadi teori pembelajaran yang sudah disempurnakan dapat menjelaskan semua aspek pembelajaran (how, when, why), memiliki aplikasi universal (misalnya terhadap anak-anak, mahasiswa, manajer, pekerja), dan memprediksi dan mengontrol situasi pembelajaran.
II. Teori-teori Perilaku
Ahli perilaku klasik dari Rusia, Ivan Pavlov dan dari AS, John B. Watson menyinggung pembelajaran dalam kaitannya dengan hubungan antara stimulus dan respons (S-R). Ahli perilaku operant dari AS, B.F. Skinner, memberi perhatian khusus pada peranan peran (role) terhadap hubungan respon-stimulus (R-S). Penekanan pada hubungan (S-R atau R-S) membuat teori ini dikenal sebagai teori hubungan (connectist) pembelajaran. S-R meliputi classical conditioning (responden) dan R-S berhubungan dengan operant conditioning (instrumental).
Classical Conditioning
Parlov menggunakan anjing sebagai subjek dalam eksperimen ini. Parlov mengukut secara akuran air liur jumlah air liur yang dikeluarkan seekor anjing dalam sebuah operasi bedah sederhana. Ketika dia menyodorkan bubuk daging (stimulus reflekas yang dikondisikan) kepada anjing, dia melihat anjing itu mengeluarkan banyak air liur (stimulus refleks yang tidak dikondisikan) kepada anjing, Pavlov melihat anjing itu mengeluarkan banyak air liur (respons yang tidak menjadi kebiasaan). Tapi ketika dia membunyikan lonceng (stimulus netral), anjing itu tidak mengeluarkan air liur. Tahap selanjutnya adalah membunyikan lonceng bersamaan dengan datangnya daging. Setelah melakukan hal tersebut berkali-kali, Pavlov membunyikan lonceng tanpa mengeluarkan danging. Kali ini anjing hanya mengeluarkan air liur ketika lonceng berbunyi. Anjing itu mengalami kondisi klasik yaitu terbitnya air liur (respon refeleks yang dikondisikan) terhadap bunyi lonceng (stimulus refleks yang dikondisikan). Jadi classical conditioning dapat didefinisikan sebagai proses yang semula adalah stimulus netral, ketika muncul bersamaan dengan stimulus yang tidak dikondisikan, akan menjadi stimulus terkondisi, yang menimbulkan respon refleks yang menjadi kebiasaan.
Skinner secara khusus merasa bahwa classical conditioning hanya menjelaskan perilaku responden (refleksif). Ini adalah respons yang muncul dengan sendirinya karena adanya stimulus. Skinner yakin bahwa semakin kompleks perilaku manusia, tetapi wajar, maka perilaku tersebut tidak dapat dijelaskan hanya dengan classical conditioning. Skinner menyatakan bahwa perilaku adalah fungsi konsekuensi, bukan classical conditioning yang membangkitkan stimuli.
Operant Conditioning
Operant conditioning hanya menitik beratkan pada pembelajaran yang terjadi sebagai sebuah konsekuensi dari perilaku (R-S) dan tidak mengacu pada munculnya penyebab perilaku. Perbedaan antara classical conditioning dan operant conditioning sbb.
1. Pada classical conditioning, perubahan pada stimulus akan memunculkan respon tertentu. Pada operant conditioning, suatu respon tertentu tidak mungkin terjadi pada situasi stimulus tertentu.
2. Selama proses classical conditioning, stimulus tak terkondisi yang berperan sebagai penghargaan dapat ditampilkan setiap saat. Pada operatn conditioning, penghargaan hanya ditampilkan jika organism memberi respon yang benar.
Contoh Classiclal conditioning dan Operant Conditioning
Operant conditioning memiliki dampak yang besar pada pembelajaran menusia daripada classical conditioning. Aplikasinya yang selain dipakai untuk bidang pemasaran dan manajemen kinerja juga dipakai untuk menjelaskan perilaku organisasi. Manajer dapat menganalisis konsekuensi perilaku organisasi untuk mencapai tujuan prediksi dan control.
III. Teori-teori Kognitif
Beberapa peniliti tentang teori-teori kognitif antara lain:
1. Edward Tolman, yang menggunakan tikus dalam eksperimennya berpendapat bahwa pembelajaran kognitif terdiri dari hubungan antara petunjuk-petunjuk dan harapan lingkungan kognitif.
2. Wolfgang Kohler, memakain tupai untuk percobaannya berpendapat bahwa solusi dari suatu masalah yang kompleks (percobaanya) muncul secara kesuluruhan, bukan meruapakan rangkaian. Dia juga menyebut pembelajaran yang kompleks ini sebagai insight.
3. Bertrand Russel, menyimpulkan ada dua cara pembelajaran yaitu satu dari pengalaman dan satu dari teori Kohler yang disebut insight.
Program pelatihan industry didesain untuk memperkuat hubungan petunjuk kognitif dan harapan karyawan. Teori dari program ini adalaah karyawan akan belajar untuk menjadi lebih produktif dengan membangun asosiasi antara mengikuti/mengerjakan perintah atau mengikuti petunjuk dan harapan akan penghargaan berupa uang atau usaha yang sudah dilakukan.
IV. Pembelajaran Sosial dan Teori Kognitif Sosial
Teori pembelajaran social memainkan kerangka kerja konseptual.
Pembelajaran Sosial
Teori ini menyatakan bahwa pembelajaran dapat terjadi melalui pengalaman pribadi atau permodelan, dan proses self-control. Hal ini sependapat dengan classical conditioning dan operant conditioning.
Kognisi Sosial
Teori ini memperluas pembelajaran dan atau perilaku yang dimodifikasi dengan memberikan perhatian lebih terhadap mekanisme self regulatory. Teori ini mengidentifikasi lima kemampuan yang dipakai manusia untuk memprakarsai, mengatur, dan membenarkan perilaku mereka:
a. Perlambangan (symbolizing)
b. Pemikiran ke masa depan (forethought)
c. Vicarious/pembelajaran melalui permodelan (vicarious/modeling learning)
d. Peraturan diri (self-regulation)
e. Refleksi diri (self-reflection)
Proses Permodelan
Proses ini melibatkan pembelajaran oberservasional dan dilakukan dengan meniru. Menurut Bandura, manusia dapat belajar dari orang lain. Hal ini memerlukan dua langkah, (1) orang tersebut mengobservasi bagaimana orang lain bertindak dan kemudian mendapatkan sebuah gambaran mental tentang tindakan dan konsekuensinya (penghargaan dan hukuman), (2) tindakan orang tersebut tidak sesuai dengan gambaran yang dibutuhkan, dan jikan konsekuensinya positif, dia akan melakukannya lagi dan kalau negative tidak akan melakukannya lagi. Secara khusus Bandura mnyimpulkan bahwa permodelan meliputi subproses-subproses yang saling berkaitan, seperti perhatian/atensi, retensi, reproduksi motorik, dan penguatan (reinforcement).
Efikasi Diri
Menurut Bandura, efikasi diri adalah mempercayai kemampuan seseorang untuk mengorganisasi dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat pencapaian tertentu. Orang yang percaya bahwa dia dapat menyelesaiakan tugas dengan kinerja baik (efikasi diri tinggi), mengeerjakan tugas lebih baik daripada mereka yang berpikit bahwa mereka akan gagal (efikasi diri rendah). Mereka yang memiliki efikasi diri memiliki kecenderungan untuk tetap tenang dalam situasi yang penuh dengan tekanan, dengan kata lain karyawan yang mempunyai efikasi diri tinggi cenderung gigih dan menghasilkan pekerjaan yang baik tanpa stress. Input dari efikasi adalah pengalaman yang sudah dikuasai, pembelajaran melalui pengalaman pribadi, persuasi social dan kebangkitan psikologis.
Prinsip Pembelajaran: Penguatan dan Hukuman
Hukum Perilaku
Disebut hokum perilaku atau hokum penguatan dimana kosekuensi akan meningkatkan kekuatan perilaku sebelumnya dan meningkatkan probalbilitas untuk terulang lagi di waktu yang akan datang. Hukuman akan menurunkan kekuatan perilaku dan menurunkan probibilitas akan terulang lagi di waktu yang akan datang.
Kritik Terhadap Teori Penguatan
Banyak riset-riset yang membuktikan bahwa teori ini masih perlu dikembangkan dan masih membutuhkan pembetulan lagi. Meskipun begitu, teori penguatan memberikan dasar teoritis yang sangat baik dan memberikan prinsip pengarahan serta masalah-masalah implementasi yang bisa diselesaikan dengan manajemen perilaku kinerja yang efektif.
Penguatan dalam Manajemen Perilaku
Adalah apapun yang dapat meningkatakan kekuatan dan dapat mengulang perilaku yang mendahului penguatan. Penghargaan disisi lain, adalah sesuatu yang ditampilkan seseorang dan dianggap sesuatu yang diinginkannya. Penguatan didefinisikan secara fungsional. Sesuatu diperkuat hanya jika sesuatu itu memperkuat perilaku sebelumnya dan menyebabkan pengulangan.
Penguat Positif dan Penguat Negatif
Penguatan Positif memperkuat dan meningkatkan perilaku karena penggunaan konsekuensi yang diinginkan. Penguatan negative memperkuat dan meningkatkan perilaku karena penggunaan konsekuensi yang tidak diinginkan, atau tujuan serta penarikan konsekuensi yang tidak diingnkan. Penguatan negative adalah bentuk dari penipuan social karena orang tersebut akan melakukan apapun juga demi menghindari hukuman.
Penggunaan Hukuman
Hukuman memiliki aspek buruk terhadap manajemen perilaku. Orang lebih sering menggunakan hukuman daripada menggunakan penguatan positif.
Arti Hukuman
Hukuman dalam manajemen bisa diartikan sebagai pengambilan hak-ha keorganisasian dari seorang manajer yang memiliki kinerje buruk. Hukuman, seperi halnya penguatan, ditentukan dan dilakukan berdasarkan efeknya terhadap perilaku, bukan berdasarkan pandangan orang atau pandangan bagaimana seharusnya sebuah hukuman dilakukan.
Melakukan Hukuman
Hukuman sebagai cara untuk mengontrol perilaku menjadi pandangan yang salah karena orang yang mendapat hukuman akan merasa kecil harti dan membenci orang yang menghukumnya. Selain itu hukuman hanya berubah dalam kurun waktu tertentu saja. Untuk itu orang yang member hukuman terhadap bawahannya harus memberikan alternative yang dapat diterima. Hukuman juga harus dilakukan secepat mungkin, jangan ditunda (tertangkap basah).
Aturan Dasar Untuk Kedisiplinan
Aturan dasar bagi manajemen adalah: daripada menghukum lebih baik member penguaan demi perubahan perilaku. Hal ini lebih efektif daripada pemberian hukuman karena tidak ada efek samping dari pemberian penguatan. Pada manajemen perilaku, disiplin adalah pengalaman pembelajaran, bukan pengelaman koersif murni untuk membuktikan kekuasaan kepada orang lain. Aturan disiplin yang jitu adalah hukuman harus dilakukan dengan mengandung unsur nasehat dan dilakukan secepatnya, konsisten, impersonal dan dapat diaplikasikan secara situasional.
Aturan Sistem Penghargaan Organisasi
Teknologi, perencanaa dsb. memiliki kekuatan untuk mengontrol atau memberikan aturan dan membangun operasi perilaku hanya jika ada konsekuensi yang memperkuat (Skinner). Jika sebuah perusahaan mempunyai permasalah yang menyangkut kualitas, biaya dan produktivitas maka perilaku yang dihubungkan dengan hasil yang tidak diingkan tersebut perlu diberi penguatan. Tantangan bagi manajemen kinerja adalah memahami kenyataan perilaku, mengurangi perilaku orang yang menghasilkan perilaku yang tidak diingkan dan memperkuat perilaku yang diingkan.
Analisis Uang Sebagai Penguat
Uang sebagai penghargaan tradisional diharapkan akan meningkatkan kinerja karyawan dan menimbulkan efek positif pada perilaku karyawan. Tetapi ada kekurangan dalam hal bonus, seperti ukuran kinerja yang tidak dapat dipastikan, jumlah kenaikan bonus yang terlalu kecil, kecilnya nilai bonus dengan kinerja karyawan. Bonus hanya akan membuat karyawan tidak merasa bahagia karena dipandang sebagai cara yang tidak adil dalam member penghargaan terhadap kinerja masa lalu. Studi laboratorium mengenai bonus menyampaikan hal-hal seperti dibawah ini:
1. Jika kenaikan bonus 6-7% dari gaji pokok, tidak akan meningkatkan efek perilaku karyawan.
2. Diluar poin tersebut, kenaikan bonus kurang dapat meningkatkan kinerja.
3. Jika kenaikan bonus kecil, semangat karyawan turun.
4. Kenaikan penyesuaian biaya hidup, peneyesuaian senioritas, dan komponen nonbonus lainnya harus dibedakan dengan komponen bonus.
5. Kecilnya persentase kenaikan bonus terhadap tingkat maksimal gaji pokok yang diberiakn kepada karyawan, tidak akan memotivasi.
Uang dapat menjadi penguat jika diatur melalui rencana gaji tradisional, tetapi jika diatur sebagai perilaku kinerja yang telah diidentifikasikan seperti pada manajemen perilaku kinerja, uang dapat menjadi penguat yang powerfull.
Penghargaan Nonfinansial
Survei mengemukakan bahwa penghargaan nonfinansial menempati peringkat yang lebih tinggi dari penghargaan financial. Staff di perusahaan melaporkan bahwa alasan utama karyawan meninggalkan perusahaan adalah karena kurangnay perhatian dan pujian. Studi riset yang dilakukan Stajkovic dan Luthans menemukan bahwa penghargaan social (24%) dan umpan balik kinerja (20%) meningkatkan kinerja yangsecara signifikan relative lebih tinggi daripada gaji kinerja yang dikelola secara tradisional (11%). Dibawah ini ada beberapa kategori penghargaan nonfinansial utama. Meskipun dikategorikan sebagai penhargaan nonfinansial, organisasi masih mengeluarkan biaya. Ini terjadi pada penghargaan yang dapat habis, dapat dimanupulasi, dan penghargaan visual dan audio.
Pengakuan dan perhatian Sosial
Pemberian sejumalh pengakuan dan perhatian secara tulus akan menjadi kekuatan yang powerful dan orang akan cukup puas akan hal itu. Namum hal ini haru dikelola pada basis kontingensi agar memberikan efek positif terhadap kinerja karyawan. Misalanya pujian dengan kata-kata harus dilakukan dengan tulus, jika tidak nantinya akan menimbulkan boomerang dan memberikan kesan hukuman pada karyawan. Pengakuan social informal yang didasarkan pada penghargaan seseorang melalui perhatian dan pengakuan memiliki akibat lebih besar dibanding uang sebagai kekuatan dalam manajemen perilaku, juga lebih mengena daripada program pengakuan yang formal. Program pengakuan formal tidak menilai berdasarkan pengakuan dan perhatian social, namun seiring berjalannya waktu dapat berubah menjadu sesuatu yang palsu, tidak dinilai berdasarkan si penerima, atau mengikuti norma kelompok dan norma budaya.
Umpan Balik Kinerja
Umpan balik kinerja dapat memajukan kinerja individu dalam manajemen perilaku. Umpan balik ini juga memiliki efek positif dan peningkatan kerja sebesar 20%. Petunjuk umum mengenai umpan balik kinerja dapat menjadi kekuatan yang sangat efektif untuk manajemen perilaku kinerja.
Manajemen Perilaku Kinerja (Modifikasi Perilaku Organisasi)
Langkah-langkah penerapan pendekatan modifikasi perilaku organisasi terhadap manajemen perilaku kerja.
1. Mengidentifikasi perilaku kinerja
Perilaku penting yang menghasilkan dampak signifikan dalam kinerja diidentifikasi. Tujuannya adalah untuk mengiidentifikasi perilaku yang kritikal-5 sampai 10% dari perilaku bisa dihitung sampai 70 hingga 80% dari kinerja dari area yang diselidiki. Keuntungan dari proses ini adalah orang yang mengetahui paling baik terhadap sebuah pekerjaan dapat mengiidentifikasi perilaku kritikal dengan akurat dan dia akan lebih berkomitmen untuk melakukan proses modifikasi perialku organisasi sampai selesai. Pendekatan lain yang bisa digunakan adalah melalui audit perilaku. Audit ini akan memanfaatkan staf spesialis internal dari luar.
2. Mengukur perilaku
Baseline ukuran diperoleh dengan menentukan (baik dengan mengamati, menghitung atau mengekstrasi dari rekaman yang ada) jumlah kemnculan perialku yang diidentifikasi dalam kondisi yang ada. Tujuannya adalah untuk menyediakan frekuensi data yang objektif mengenai perilaku kritikal.
3. Analisis fungsional terhadap perilaku
Anaisis fungsional mengiidentifikasi anteseden (A) dan kosekuensi (C) dari perilaku target (B), atau dengan kata lain melakukan analisis ABC. Dalam analisis ini, A merupakan petunjuk anteseden, B merupakan perilaku kinerja yang diidentifikasi dalam langkah 1, dan C merupakan konsekuensi kontingen.
4. Pengembangan Strategi Intervensi
Tujuannya adalah untuk menguatkan dan mempercepat functional performance behavior dan memperlambat dysfunctional behavior. Ada beberapa strategi yang dapat digunakan antara lain positive reinforcement strategy dan a punishment positive reinforcement strategy.
5. Evaluasi untuk memastikan peningkatan kerja
Meninjau suatu program dengan satu atau dua wakil presiden dan satu kantor korporat, berbagai manajer dalam berbagai bidang, dan mungkin sekelompok trainee prospektif. Hal ini terus digunakan sampai seseorang yang berada dalam posisi berwenang memutuskan bahwa kegunaan program tersebut telah berakhir. Semuanya dilakukan atas dasar opini dan penilaian.
Aplikasi Manajemen Perilaku
Sejumlah studi telah menilai aplikasi dari pendekatan manajemen perilaku untuk meningkatkan kinerja karyawan di sejumlah area berbeda, antara lain :
1. Produktivitas karyawan
2. Ketidakhadiran kerja dan keterlambatan
3. Keamanan dan pencegahan kecelakaan
4. Kinerja penjualan
Aplikasi Manufakturing vs Aplikasi Jasa
Perbedaan efektivitas aplikasi modifikasi perilaku organisasi antara organisasi manufacturing dan organisasi jasa adalah sbb.
a. Definisi dan akurasi penilaian terhadap kinerja hasil
Mengacu pada perbedaan antara definisi dan pengukuran terhadap hasil kinerja organisasi jasa yang lebih tidak jelas dan lebih kompleks (exp. Kepuasan pelanggan, pengambilan bisnis) vs kinerja yang berwujud (exp. Produktivitas dan kualitas).
b. Hakikat perilaku karyawan dan proses kerja yang terkait dalam pengiriman hasil kinerja.
Mengacu pada perbedaan antara menentukan perilaku dan proses karyawan dalam mengirimkan jasa yang mengarah pada pembuatan suatu produk berwujud.
Kamis, 12 November 2009
Behavioral Performance Management
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Komentar:
Posting Komentar